Cerita Nabi Yusuf a.s.
Nabi
Yusuf Alaihissalam adalah salah satu dari 12 orang putra Nabi Ya’qub
Alaihissalam. Rasa sayang Ya’qub yang berlebihan terhadapnya membuat
saudara-saudaranya menjadi iri hati terhadapnya. Lebih dari itu, wajah Yusuf
pun jauh lebih tampan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain.
Suatu
hari Yusuf bermimpi tentang 11 bintang, matahari dan bulan, turun dari langit
dan bersujud di depannya. Ia menceritakan mimpinya ini kepada ayahnya. Ya’qub
sangat gembira mendengar cerita itu dan menyatakan bahwa Allah Subhanahu Wa
Ta’ala akan memberikan kemuliaan, ilmu, dan kenikmatan hidup yang mewah bagi
putranya.
Saudara-saudara
Yusuf membinasakan Yusuf
Saudara-saudara
Yusuf merasa iri hati atas kelebihan kasih sayang yang dicurahkan ayah mereka
kepada Yusuf dan adiknya, Bunyamin. Mereka merencanakan persekongkolan untuk
membinasakan Yusuf. Salah satu dari mereka menyarankan agar jangan membunuhnya,
tetapi membuangnya jauh-jauh ke dalam sumur, agar ia tidak bisa kembali kepada
ayahnya.
Yusuf
kecil diajak bermain-main oleh kakak-kakaknya, setelah mereka berhasil membujuk
ayahnya untuk mengizinkan mereka membawa Yusuf. Saat itulah mereka melaksanakan
niat jahat mereka untuk menyingkirkan Yusuf. Ketika sampai di suatu tempat,
mereka menceburkan Yusuf ke dalam sebuah sumur yang dalam. Baju Yusuf
dikoyak-koyak dan dilumuri darah kambing. Kemudian dengan wajah sedih mereka
menyampaikan berita pada ayah mereka bahwa Yusuf telah tewas dimakan serigala.
Kisah
mimpi Nabi Yusuf Alaihissalam dan perbuatan saudara-saudaranya ini terdapat
dalam Al Qur’an surat Yûsuf: 4-21.
Kisah
Yusuf dan Zulaikha
Tanpa
sepengetahuan saudara-saudaranya, Yusuf ditolong oleh seorang kafilah yang
lewat di tempat itu. Ia kemudian dibawa ke Mesir untuk dijual sebagai budak
hingga akhirnya dibeli oleh keluarga pembesar Mesir yang bernama Kitfir. Wajah
Yusuf yang sangat tampan itu membuat istri pembesar yang bernama Zulaikha
terpikat. Suatu ketika pada saat suaminya tidak ada di rumah, Zulaikha mengajak
Yusuf untuk berbuat tidak senonoh, akan tetapi Yusuf menolak ajakan tsb
sehingga terjadilah ketegangan. Sementara kejadian itu berlangsung, suami
Zulaikha datang dan Zulaikha memutarbalikkan fakta dengan mengatakan bahwa
Yusuf telah berlaku tidak senonoh terhadapnya. Pembesar itu sangat murka, namun
belum sempat ia berbuat sesuatu terhadap Yusuf tiba-tiba bayi yang ada di
sekitar tempat itu berbicara dengan fasihnya. Bayi itu mengatakan bahwa jika
kemeja Yusuf robek di bagian depan maka Yusuflah yang bersalah, tetapi kalau
kemejanya robek di bagian belakang, maka Zulaikha yang bersalah. Setelah
pembesar itu memeriksa, ternyata yang robek adalah kemeja bagian belakang
Yusuf. Dengan demikian Yusuf pun selamat.
Cerita
tsb kemudian menyebar ke masyarakat luas. Zulaikha yang merasa malu karena
menjadi pembicaraan orang lalu mengundang istri-istri para pembesar Mesir ke
rumahnya. Mereka diberinya makanan yang enak-enak serta masing-masing diberi
sebilah pisau untuk mengupas buah. Ketika mereka sibuk mengupas buah, Zulaikha
menyuruh Yusuf keluar. Ketika melihat wajah Yusuf, saking terpesonanya tanpa
sadar para wanita itu mengiris jari-jari tangan mereka sendiri. Kini mereka
mengerti mengapa Zulaikha begitu terpikat pada Yusuf. Sebagian dari mereka
menyarankan Yusuf untuk menerima keinginan Zulaikha, lagipula Zulaikha sendiri
adalah wanita yang sangat cantik.
Mendengar
itu, Nabi Yusuf Alaihissalam berdoa agar tetap diberi keteguhan iman. Akhirnya,
atas permintaan Zulaikha yang merasa terhina, Yusuf Alaihissalam dimasukkan ke
dalam penjara.
Kisah
ini terdapat dalam surat Yûsuf: 22-35.
Kecerdasan
Yusuf menafsirkan mimpi
Nabi
Yusuf Alaihissalam dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk menafsirkan mimpi.
Saat Yusuf Alaihissalam di penjara, suatu hari dua orang teman sepenjaranya
bercerita padanya tentang mimpi mereka. yang pertama adalah kepala tukang
pembuat minuman bernama Nabu, bermimpi bahwa ia melihat dirinya memeras anggur
untuk membuat arak. Orang kedua adalah kepala tukang roti bernama Malhab,
bermimpi bahwa ia melihat dirinya memikul roti di atas kepalanya, yang mana
kepalanya itu dimakan oleh burung-burung.
Yusuf
pun menafsirkan mimpi mereka, ia berkata kepada kedua orang itu, “Wahai engkau kepala tukang minuman,
bergembiralah, engkau akan memberi minum tuanmu dengan khamar, yang berarti
engkau akan dibebaskan lantaran engkau tidak terbukti terlibat persekongkolan
melawan raja.
Adapun engkau hai kepala tukang
roti, maafkan aku dengan terpaksa aku mengatakan bahwa engkau akan dihukum mati
dengan cara disalib, dan burung-burung akan memakan sebagian kepalamu, karena
engkau terbukti terlibat persekongkolan melawan raja.
Demikian putusan Allah sebagaimana
yang aku terangkan, dan itu pasti terjadi karena aku tidak berbicara
sembarangan melainkan apa yang telah diilhamkan Tuhanku kepadaku dalam
menafsirkan mimpi kalian berdua.”
Semua
yang diramalkan Yusuf benar-benar terjadi, dan kepala minuman akhirnya menerima
kebebasannya. Saat ia akan keluar, Yusuf berpesan padanya agar ia menceritakan
kepada raja perihal keadaan dirinya. Ia ingin raja meninjau kembali
keputusannya karena sesungguhnya ia tidak bersalah. Akan tetapi karena terlalu
gembiranya tukang minuman itu sehingga ia lupa menyampaikan pesan Yusuf pada
raja, dan mengakibatkan Yusuf harus tinggal di penjara beberapa tahun lagi.
Kemampuan
Nabi Yusuf Alaihissalam dalam menafsirkan mimpi kedua rekannya ini diceritakan
dalam Al-Qur’an surat Yûsuf: 36-42.
Mimpi
Raja
Pada
suatu hari, raja mengalami mimpi yang sangat menggelisahkan dan menakutkan
dirinya. Ia lalu mengumpulkan dukun-dukun dan orang-orang pintar untuk meminta
mereka menafsirkan mimpinya. Ia berkata, “Sesungguhnya aku telah bermimpi
melihat 7 ekor sapi gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi kurus, dan aku bermimpi pula
melihat 7 batang gandum hijau dan 7 batang gandum kering, maka terangkanlah
takwil mimpi itu jika kalian mampu menafsirkannya.”
Orang-orang
yang ada di situ terkejut mendengar mimpi raja ini. Mereka merasa bingung dan
memberikan jawaban yang tidak memuaskan dengan mengatakan bahwa mimpi itu tidak
bisa ditafsirkan karena ia hanya berupa impian yang kacau dari raja dan tidak
memiliki makna apa-apa, disamping mereka sebenarnya memang tidak memiliki
pengetahuan perihal penafsiran mimpi.
Saat
itu kepala tukang minuman mendengar mimpi raja dan jawaban dari para dukun dan
orang-orang pintar itu. Ia pun teringat kembali pada Yusuf. Segera berkata ia
pada hadirin yang ada di ruangan itu, “Aku
sanggup memberitahu kalian tentang arti dari mimpi ini, karena di dalam penjara
ada seorang pemuda bernama Yusuf. Aku dan kepala tukang roti pernah ditahan
bersamanya. Kami pernah bermimpi dan telah diterangkan oleh Yusuf dan terbukti
kebenarannya. Apabila paduka setuju mengirimkan aku kepada Yusuf, maka aku akan
membawa penafsiran dari mimpi ini.”
Akhirnya
diutuslah kepala tukang minuman itu kepada Yusuf. Setelah berbincang-bincang
dengan Yusuf dan menceritakan sebab-sebab kealpaannya terhadap pesan Yusuf, ia
pun mengutarakan maksud kedatangannya.
“Hai Yusuf yang berkata benar,
terangkanlah arti mimpi berikut: 7 ekor sapi gemuk dimakan 7 ekor sapi kurus,
dan 7 batang gandum hijau berdekatan dengan 7 batang gandum kering.
Berilah fatwa kepadaku hai Yusuf
tentang hakikat mimpi ini, supaya aku memberitahukannya kepada orang-orang di
kerajaan, barangkali mereka mengetahui keutamaan dan kedudukan ilmumu.”
Yusuf
pun mulai menerangkan arti mimpi raja. Bukan hanya itu, ia menerangkan pula
pemecahan kesulitan yang timbul dari arti mimpinya. Ia berkata, “Mesir akan mengalami 7 tahun yang subur,
maka pada tahun-tahun itu hendaklah kamu menanami tanahmu dengan gandum dan
sya’ir, kemudian hasil panenannya kamu simpan dalam batang-batang gandumnya,
dan jangan boros dalam pemakaian, gunakan sekedar yang dibutuhkan saja. Setelah
itu akan datang 7 tahun yang kering dimana kamu akan memakan persediaan gandum
yang kamu simpan, dan jangan pula dihabiskan, supaya dapat digunakan sebagai
bibit untuk tahun-tahun berikutnya.
Setelah lewat tahun-tahun kering
ini, akan datang satu tahun yang subur dimana turun hujan dan tanah akan
menghasilkan biji-bijian yang banyak dan sari buah-buahan seperti anggur dan
zaitun.”
Kisah
tentang mimpi raja ini diceritakan dalam surat Yûsuf: 43-49.
Yusuf
dibebaskan dari penjara
Kepala
tukang minuman segera menyampaikan tafsir mimpi yang telah diterangkan Yusuf
kepada raja, maka raja pun mengirim utusan untuk memanggil Yusuf dan menjelaskan
kembali secara rinci. Akan tetapi Yusuf enggan keluar dari penjara sebelum
namanya dibebaskan dari segala tuduhan yang difitnahkan kepadanya. Ia minta
supaya pihak kerajaan menyelidiki persekongkolan terhadap dirinya dan menanyai
wanita-wanita yang menghadiri jamuan makan di rumah istri pembesar bekas
majikannya dulu tentang sebab-sebab penahanannya supaya mereka menjadi saksi
dalam perkaranya.
Permintaan
Yusuf ini kemudian disampaikan oleh utusan kepada raja. Raja pun menyuruh para
utusan untuk memanggil wanita-wanita itu dan menjelaskan fakta yang sebenarnya.
Mereka pun bersaksi bahwa Yusuf memang tidak bersalah, dan bahwa istri pembesar
Mesir, Zulaikha, itulah yang justru merayu Yusuf. Setelah adanya kesaksian dari
wanita-wanita ini, Zulaikha sendiri tidak bisa menyangkal lagi. Akhirnya ia pun
mengakui perbuatannya.
Dengan
demikian keluarlah Yusuf dari penjara dengan diri yang bersih dari segala
tuduhan dan fitnah. Raja kemudian juga merehabilitasi namanya di masyarakat.
Allah telah mentakdirkan kezaliman yang selama ini diterima oleh Yusuf berganti
dengan kemuliaan.
Kisah
ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Yûsuf: 50-53.
Kebenaran
tentang Yusuf telah menambah kepercayaaan raja kepadanya, sehingga ia kemudian
mengangkatnya menjadi menteri yang mengurusi berbagai masalah ekonomi dan
keuangan bagi negara Mesir. Inilah balasan Allah kepada hamba-hambaNya yang
saleh.
Kisah
pengangkatan Yusuf dalam kedudukan yang mulia ini diterangkan dalam surat
Yûsuf: 54-57.
Pertemuan
Yusuf dengan saudara-saudaranya
Takwil
mimpi yang telah diterangkan Yusuf kemudian benar-benar terwujud. Pada masa 7
tahun yang subur, Yusuf telah memerintahkan rakyat Mesir untuk menyimpan
kelebihan biji-bijian dari hasil tanaman mereka. Kemudian datanglah masa
paceklik pada 7 tahun berikutnya. Timbul bencana kelaparan dan kekeringan,
terutama di negeri-negeri tetangga lantaran ketiadaan persiapan penduduk untuk
menghadapinya, termasuk negeri Palestina dimana keluarga Yusuf tinggal.
Ya’qub
dan anak-anaknya juga mengalami kesulitan ini. Ia mendengar bahwa di Mesir ada
persediaan makanan yang cukup, maka ia pun menyuruh anak-anaknya, kecuali
Bunyamin, untuk pergi ke Mesir dengan membawa perbekalan berupa barang-barang
dan perak serta lainnya untuk ditukar dengan gandum dan sya’ir.
Tatkala
mereka telah tiba di istana kerajaan Mesir dan bertemu dengan Yusuf, melihat
raut wajah mereka dan pakaian mereka yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari
Palestina, tahulah Yusuf bahwa itu adalah saudara-saudaranya. Namun mereka
tidak mengenali dirinya dikarenakan kondisi Yusuf yang sudah jauh berubah,
pakaiannya yang khusus, dan logat bicaranya yang menggunakan bahasa Mesir kuno.
Yusuf
memperlakukan saudara-saudaranya layaknya seorang tamu, dan menimbang gandum
dan sya’ir bagi mereka dengan takaran yang dilebihkan, serta memberi bekal
untuk perjalanan pulang mereka. Ketika mereka bersiap-siap akan pergi, Yusuf
berkata, “Bawalah kepadaku seorang lagi
saudaramu yang seayah denganmu. Jika kalian tidak membawanya, maka aku tidak
akan mau menukarkan makanan lagi bagi kalian, jika kalian kembali ke Mesir
untuk kedua kalinya.”
Mereka
pun berkata, “Kami akan membujuk ayah
kami supaya beliau mengizinkan kami membawanya ke Mesir, dan kami tegaskan
kepadamu bahwa kami akan melaksanakan perintahmu.”
Ketika
mereka hendak berangkat pulang, Yusuf menyuruh pelayan menyisipkan kembali
barang-barang saudaranya yang telah ditukar dengan gandum dan sya’ir itu ke
dalam karung-karung mereka tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini dimaksudkan
supaya mereka merasa senang dan berbaik sangka kepadanya, sehingga mereka akan
kembali lagi ke Mesir karena berharap akan mendapat lebih banyak lagi kebaikan
darinya.
Saudara-saudara
Yusuf kembali ke Palestina dan menceritakan tentang kebaikan dari menteri
ekonomi Mesir serta penghormatan yang mereka terima. Mereka juga menyampaikan
permintaan menteri Mesir itu agar mereka membawa Bunyamin jika nanti mereka
hendak kembali ke Mesir.
Rupanya
setelah ditinggalkan oleh Yusuf, Ya’qub sangat berduka. Setiap hari ia menangis
sampai matanya memutih dan buta. Mendengar permintaan yang disampaikan
saudara-saudara Yusuf ini, Ya’qub tidak mempercayai mereka. Namun mereka terus
membujuk dan mengatakan bahwa jika Bunyamin tidak mereka bawa, mereka tidak
akan mendapatkan makanan lagi dari menteri Mesir itu.
Mereka
juga berjanji akan menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya dan tidak akan
menyia-nyiakannya.
Setelah
mendengar janji putra-putranya ini, hati Ya’qub sedikit lebih tentram. Akhirnya
dengan berat hati Ya’qub pun mengizinkan mereka membawa Bunyamin. Ia juga
berpesan pada mereka supaya masuk ke kota melalui beberapa pintu agar tidak
menarik perhatian.
Kisah
pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya ini diterangkan dalam surat Yûsuf:
58-67.
Yusuf
menahan Bunyamin
Saat
mereka datang lagi ke Mesir bersama Bunyamin, Yusuf berusaha mencari kesempatan
untuk bisa berdua saja dengan Bunyamin, kemudian ia mengatakan padanya bahwa ia
adalah Yusuf, saudaranya sekandung. Ia menceritakan tentang apa yang telah
dilakukan saudara-saudaranya dulu kepadanya, dan apa yang telah terjadi
padanya.
Yusuf
memiliki rencana untuk bisa menahan Bunyamin lebih lama bersamanya. Ketika
saudara-saudara Yusuf akan pulang, Yusuf menyelipkan piala untuk minum raja ke
dalam karung Bunyamin. Saat mereka sudah akan berangkat, salah seorang pegawai
Yusuf memanggil mereka kembali, dan mengatakan bahwa piala raja telah hilang.
Barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat
muatan seekor unta.
Saudara-saudara
Yusuf bersumpah bahwa mereka tidak mencuri. Salah seorang pegawai Yusuf
kemudian bertanya, “Apa balasannya jika
ternyata kalian berdusta?”
Mereka
menjawab, “Pada siapa diketemukan barang
yang hilang itu dalam karungnya, maka dia dijadikan budak. Ini adalah balasan
yang adil bagi pencuri menurut syariat Ya’qub.”
Maka
mulailah Yusuf dan para pegawainya memeriksa karung-karung mereka. Sengaja
karung Bunyamin diperiksa paling akhir supaya tidak timbul kecurigaan pada
saudara-saudaranya yang lain bahwa pencurian itu telah diatur.
Saat
ditemukan piala itu dalam karung Bunyamin, saudara-saudara Yusuf sangat
terkejut menyaksikan hal itu. Mereka merasa malu dengan peristiwa ini,
karenanya mereka berkata, “Sesungguhnya
telah mencuri pula saudaranya sebelum ini.”
Tentu
saja yang mereka maksud adalah Yusuf sendiri. Yusuf memahami apa yang dimaksud
saudara-saudaranya ini, dan sesungguhnya ia merasa jengkel dan kecewa terhadap
mereka, tapi sikap itu tidak diperlihatkannya.
Menurut
riwayat, tatkala Rahel ibu Yusuf pergi bersama Yusuf menuju Palestina, ia
membawa sebuah patung kecil milik ayahnya Laban. Laban yang merasa kehilangan
patung itu kemudian mencarinya, tapi ia tidak bisa menemukannya baik pada Rahel
maupun orang lain, karena Rahel telah menyembunyikannya di sela-sela
perlengkapan unta yang dinaikinya.
Ketika
Ya’qub dan keluarganya tiba di Palestina, patung itu berada pada Yusuf dan
dibuat mainan lantaran ia menyerupai boneka yang biasa dimainkan oleh anak-anak
kecil. Itulah sebabnya Yusuf dituduh mencurinya dari rumah kakeknya Laban,
padahal kenyataannya tidaklah begitu.
Saudara-saudara
Yusuf memohon padanya agar Bunyamin dibebaskan dan mengambil salah satu dari
mereka sebagai penggantinya. Mereka berkata, “Wahai Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut
usianya, lantaran itu ambilah salah seorang di antara kami sebagai gantinya,
sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik.”
Maka
Yusuf pun menjawab, “Aku tidak akan
menahan seseorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya.
Jika kami menahan orang yang tidak bersalah, maka kami termasuk orang-orang
yang zalim.”
Saudara-saudara
Yusuf merasa bingung dan putus asa. Mereka telah berjanji pada ayah mereka
untuk menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya. Sebelum ini mereka telah
menyia-nyiakan Yusuf, jika sekarang mereka tidak membawa Bunyamin pulang,
pastilah ayah mereka akan marah dan tidak mempercayai mereka.
Setelah
berunding dan berbisik-bisik, berkatalah yang tertua dari mereka, “Aku tidak akan meninggalkan Mesir sampai
ayah mengizinkan aku kembali, atau Allah memberikan keputusan kepadaku. Dan Dia
adalah hakim yang paling adil.”
Namun
Yusuf berkata, “Kembalilah pada ayahmu,
dan katakan bahwa anaknya telah mencuri, dan bahwasanya kalian hanya
menyaksikan apa yang terjadi dan tak mampu menjaga barang yang hilang.”
Akhirnya
saudara-saudara Yusuf pulang tanpa Bunyamin. Dengan demikian siasat Yusuf untuk
menahan adik kandungnya akhirnya berhasil. Kisah ini diterangkan dalam surat
Yûsuf: 68-82.
Yusuf berkumpul kembali bersama
keluarganya
Ya’qub
sangat sedih mendengar kejadian yang menimpa Bunyamin. Ia tidak mempercayai
perkataan anak-anaknya dan sangat kecewa terhadap mereka. Kendati demikian, ia
memasrahkan semuanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan percaya bahwa Allah
pasti akan mewujudkan harapannya untuk bisa bertemu kembali dengan kedua putra
tercintanya itu.
Ya’qub
memerintahkan anak-anaknya untuk mencari kabar tentang Yusuf dan Bunyamin.
Putra-putranya mematuhi perintah ayah mereka, dan kembali ke Mesir. Kepada
Yusuf, mereka memohon belas kasihannya agar ia berkenan melepaskan Bunyamin.
Mereka pun mengadukan keadaan mereka yang miskin dan membutuhkan makanan dengan
harapan Yusuf mau memberi mereka bahan makanan yang cukup.
Timbul
rasa iba dalam hati Yusuf mendengar keluhan saudara-saudaranya, sehingga
terpikir olehnya untuk mengungkapkan siapa dirinya yang sebenarnya supaya
mereka bisa tinggal bersamanya dalam keadaan sejahtera. Kemudian ia memanggil
Bunyamin, lalu berkatalah Yusuf kepada saudara-saudaranya, “Tahukan kalian akan buruknya perlakuan kalian kepada Yusuf dan
saudaranya? Ingatkah kalian akan perbuatan kalian memisahkan Yusuf dan ayahnya
dengan membuangnya ke dalam sumur?
Dan kepada Bunyamin, maka kalian telah
membuatnya bersedih atas kehilangan saudaranya sehingga ia pun ikut menderita.”
Mendengar
perkataan Yusuf, mulai timbul dugaan dalam diri saudara-saudaranya,
jangan-jangan pembesar yang berbicara di hadapan mereka ini adalah Yusuf.
Dengan
berdebar-debar mereka bertanya, “Apakah
engkau Yusuf?”
Yusuf
menjawab, “Benar, aku Yusuf. Dan ini
saudaraku Bunyamin.”
Maka
saudara-saudara Yusuf pun segera memohon ampun dan meminta maaf kepadanya atas
kejahatan yang pernah mereka lakukan dahulu. Dengan berlapang dada, Yusuf
memaafkan kesalahan saudara-saudaranya. Ia lalu memerintahkan mereka untuk
menjemput ayahnya beserta keluarga mereka untuk datang ke Mesir.
Mengetahui
bahwa ayahnya telah kehilangan penglihatan lantaran kesedihan yang amat sangat
semenjak kepergiannya, Yusuf memberikan gamisnya untuk diusapkan ke wajah
ayahnya supaya ia dapat melihat kembali.
Setelah
mengusapkan gamis Yusuf ke wajahnya, Ya’qub dapat merasakan keberadaan Yusuf
dan segera mengetahui bahwa Yusuf masih hidup. Karena gembira dengan kenyataan
itu ia pun dapat melihat kembali dengan seizin Allah.
Akhirnya
Yusuf pun dapat berkumpul kembali dengan kedua orangtua dan saudara-saudaranya
di Mesir. Ya’qub dan anak-anaknya telah diliputi rasa hormat kepada Yusuf yang
telah diberi kemuliaan oleh Allah. Mereka pun memberikan penghormatan kepadanya
dengan cara menundukkan kepala sesuai dengan adat pada masa itu dalam
menghormati pembesar yang berkuasa.
Melihat
ini, Yusuf teringat akan mimpinya dulu ketika ia masih kecil, maka ia berkata
kepada ayahnya, “Inilah tafsir mimpiku
yang dulu kuceritakan kepadamu, ketika di dalam mimpi aku melihat 11 bintang
serta matahari dan bulan bersujud kepadaku.”
Kisah
mengharukan berkumpulnya Yusuf dengan keluarganya ini terdapat dalam surat
Yûsuf: 83-101.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar