Sejarah Kerajaan Pajajaran- Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan
Hindu yang diperkirakan beribukotanya di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat.
Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula disebut
dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibukotanya
yaitu Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan menyebutkan bahwa
kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang
disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak.
Sejarah Kerajaan Pajajaran |
Berdasarkan alur Sejarah Galuh, Kerajaan Pajajaran berdiri
setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475. Kenapa demikian? Karena
sepeninggal Rahyang Wastu Kencana kerajaan Galuh dipecah dua diantara
Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Pajajaran atau
Pakuan Pajajaran beribukota di Pakuan (Bogor) di bawah kekuasan Prabu
Susuktunggal (Sang Haliwungan) dan Kerajaan Galuh yang meliputi
Parahyangan tetap berpusat di Kawali di bawah kekuasaan Dewa Niskala
(Ningrat Kancana). Oleh sebab itu pula Prabu Susuk Tunggal dan Dewa
Niskala tidak mendapat gelar “Prabu Siliwangi”, karena kekuasan keduanya
tidak meliputi seluruh tanah Pasundan sebagaimana kekuasan Prabu Wangi
dan Rahyang Wastu Kancana (Prabu Siliwangi I).
Cikal Bakal Kerajaan Pajajaran
Cikal Bakal Kerajaan Pajajaran
Sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini karena pemerintahan Kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Dari catatan-catatan sejarah yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai ibukota Pajajaran yaitu Pakuan. Mengenai raja-raja Kerajaan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru.
Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu, seperti:
- Prasasti Batu Tulis, Bogor
- Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi
- Prasasti Kawali, Ciamis
- Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta
- Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor.
Daftar raja Pajajaran
- Prabu Susuktunggal (1475-1482)
- Jaya Dewata / Prabu Siliwangi II (1482 – 1521)
- Surawisesa (1521 – 1535)
- Ratu Dewata (1535 – 1543)
- Ratu Sakti (1543 – 1551)
- Raga Mulya (1567 – 1579)
Keruntuhan
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya jaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.
Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Pajajaran yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi II). Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surasowan di Banten. Orang Banten menyebutnya Watu Gigilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.
Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan kraton lalu menetap di wilayah yang mereka namakan Cibeo Lebak Banten. Mereka menerapkan tata cara kehidupan lama yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.
Prabu Siliwangi - Raja Pertama Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan yang berjaya di abad ke-7 hingga abad ke-16 Masehi. Lokasi kerajaan ini tepatnya berada di wilayah Bogor, Jawa Barat. Selama berdiri, Kerajaan Pajajaran pernah dipimpin oleh 10 orang raja. Raja pertama yang juga pendiri Kerajaan Pajajaran adalah Prabu Siliwangi, yang dikenal dengan gelar Sri Baduga Maharaja. Prabu Siliwangi mendirikan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482.Terhitung sejak tanggal tersebut hingga 39 tahun setelahnya, ia menjadi raja pertama kerajaan di tanah parahyangan ini. Di tangannya, Kerajaan Pajajaran menjadi kerajaan yang makmur dan banyak menjalin kerja sama dengan kerajaan-kerajaan lain di nusantara.
Sang Raja Pertama Kerajaan Pajajaran
Nama “Prabu Siliwangi” sebenarnya bukan nama asli sang raja Kerajaan Pajajaran ini. Sebutan “Prabu Siliwangi” muncul karena pada saat itu masyarakat Kerajaan Pajajaran dilarang menyebut nama atau gelar raja mereka (fakta ini tercatat dalam literatur Sunda). Konon, hanya orang Sunda dan orang Cirebon saja yang memanggilnya dengan julukan Prabu Siliwangi. Adapun nama aslinya tidak diketahui.Julukan bagi sang raja pertama Kerajaan Pajajaran ini diambil dari nama kakeknya yang biasa disebut sebagai Prabu Wangi (nama aslinya adalah Wastu Kancana). Penggunaan nama yang serupa ini berarti bahwa Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi dianggap memunyai kekuasaan yang setara dengan kakeknya, Prabu Wangi atau Wastu Kancana.
Di masa mudanya, Prabu Siliwangi sang pendiri Kerajaan Pajajaran dikenal sebagai seorang ksatria yang tangguh, tangkas, dan berani. Ia pernah menikahi seorang puteri bernama Nyai Amberkasih, tetapi kemudian ia menikahi Nyi Subanglarang yang beragama Islam. Dari istri keduanya inilah Prabu Siliwangi mendapatkan dua orang anak: Prabu Anom Walangsungsang dan Nyi Mas Rarasantang.
Setelah menjadi Sri Baduga Maharaja Kerajaan Pajajaran, ia kemudian menikahi Nyai Kentring Manik Mayang Sunda, seorang puteri Kerajaan Galuh. Dengan demikian, pernikahan ini membuka jalan bagi bersatunya dua kerajaan di Jawa Barat, yakni Kerajaan Galuh dan Kerajaan Pajajaran.
Sesungguhnya dahulu, kedua kerajaan ini adalah satu kerajaan warisan Wastu Kancana. Akan tetapi sehubungan dengan pertikaian antar-anggota kerajaan, kerajaan ini pun terpecah dua. Di akhir masa kepemimpinannya, sang raja Kerajaan Pajajaran ini konon melakukan moksa, menghilang secara gaib. Isu ini berkembang karena tidak ditemukannya pusara Prabu Siliwangi.
Beberapa sumber mengatakan bahwa Prabu Siliwangi menolak untuk menganut agama Islam (yang saat itu sedang berkembang di wilayah Kerajaan Pajajaran) dan mengasingkan diri ke Gunung Gede. Di sanalah ia moksa. Akan tetapi, sumber-sumber lain mengatakan bahwa Prabu Siliwangi tidaklah moksa, dan pusara yang ada di Situs Rancamaya adalah pusara sang Sri Baduga Maharaja.
Makmurnya Kerajaan Pajajaran di Tangan Prabu Siliwangi
Prabu Siliwangi memimpin Kerajaan Pajajaran dengan adil dan bijaksana. Hal pertama yang dilakukannya setelah dinobatkan menjadi raja adalah menjalankan wasiat kakeknya (Wastu Kancana) yang telah disampaikan turun-temurun. Wasiat tersebut adalah menghapus pajak dan upeti serta membuat batas-batas di Gunung Samaya dan Sunda Sembawa, yang merupakan desa bebas pajak atau “lurah kwikuan”.Raja Kerajaan Pajajaran ini memerintahkan petugas kerajaan untuk tidak memungut pajak di desa-desa bebas pajak. Adapun jenis pajak yang biasanya dipungut oleh kerajaan (sebelumnya adalah Kerajaan Galuh di Kawali) adalah “dasa” (yakni pajak tenaga individu), “calagra” (yakni pajak tenaga kolektif), “kapas timbang” (yakni kapas 10 pikul), dan “pare dondang” (padi 1 gotongan).
Pada masa pemerintahannya di Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi disebut-sebut sebagai raja yang selalu mengusahakan kehidupan yang makmur dan sejahtera bagi rakyatnya. Bahkan sifat adil dan bijaksananya ini termasyhur hingga ke wilayah-wilayah kerajaan lain di luar Kerajaan Pajajaran.
Di masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, Kerajaan Pajajaran kaya akan hasil buminya. Dalam kurun waktu satu tahun, jumlah merica yang dihasilkan rakyat Kerajaan Pajajaran bisa mencapai 1.000 bahar (1 bahar setara dengan 3 pikul) dan jumlah tamarin (buah asem) bisa memenuhi muatan 1.000 kapal angkut.
Hasil-hasil bumi Kerajaan Pajajaran yang melimpah ini diperdagangkan ke berbagai daerah. Bahkan beberapa sumber mengatakan bahwa jalur perdagangan Kerajaan Pajajaran mencapai wilayah kepulauan Maladewa.
Berdasarkan naskah Kitab Waruga Jagat, kemakmuran dan kesejahteraan Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi disebut sebagai masa “gemuh pakuan”. Di kitab-kitab seperti Kitab Waruga Jagat inilah Sri Baduga Maharaja disebut-sebut sebagai pembawa kesejahteraan. Oleh karena itu, nama besarnya lebih sering diabadikan di kitab-kitab kuno melebihi raja-raja Kerajaan Pajajaran lainnya.
Sang Maharaja Kerajaan Pajajaran di Prasasti Batutulis
Salah satu peninggalan Kerajaan Pajajaran yang masih bisa kita lihat saat ini adalah Prasasti Batutulis. Seperti namanya, Prasasti Batutulis adalah sebuah batu besar yang berisikan kata-kata yang ditulis dalam bahasa dan aksara Sunda kuno. Prasasti ini terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.Prasasti Batutulis ini dibuat untuk mengenang kebaikan Sri Baduga Maharaja dalam memimpin Kerajaan Pajajaran. Menurut catatan arkeolog, prasasti ini dibuat pada tahun 1533 Masehi. Pembuatnya tak lain adalah Prabu Surawisesa, anak dari Prabu Siliwangi sendiri. Isi prasasti ini berbunyi:
Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun // diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana // di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata // pun ya nu nyusuk na pakwan // diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n)cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n)cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang // ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)hyang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m)ban bumi //
Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, isi prasasti peninggalan Kerajaan Pajajaran ini adalah sebagai berikut:
Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum // dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana // dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata // dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan // dia putra Rahyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan di Nusalarang // dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk Hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya yang dibuat pada tahun Saka “Panca Pandawa Mengemban Bumi” //
Sang Maharaja Kerajaan Pajajaran dan Harimau
Sri Baduga Maharaja Kerajaan Pajajaran identik dengan harimau Jawa. Konon kabarnya, Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi ini memiliki kekuatan gaib yang hebat, terkait dengan keberadaan harimau Jawa.Beberapa legenda menyatakan bahwa Kerajaan Pajajaran memiliki hubungan harmonis dengan alam sekitarnya, termasuk keberadaan harimau. Bahkan, disebutkan bahwa Kerajaan Pajajaran, terutama pada masa kejayaan Prabu Siliwangi, dilindungi oleh sekelompok harimau Jawa.
Sebagian legenda memang terkesan melebih-lebihkan dengan menyebutkan bahwa saat Prabu Siliwangi berada dalam keadaan terpojok dan terdesak, ia akan lari ke Gunung Gede dan menjelma menjadi harimau untuk mengalahkan musuhnya.
Merupakan suatu hal yang unik bahwa maharaja Kerajaan Pajajaran yang dipercaya sakti mandraguna ini hilang begitu saja di Gunung Gede pada akhir hidupnya. Legenda Prabu Siliwangi, Kerajaan Pajajaran, dan harimau Jawa ini masih dipercayai oleh sebagian masyarakat tatar Sunda saat ini.
Bahkan, harimau (atau maung dalam bahasa Sunda) banyak dijadikan simbol-simbol kehebatan, kekuasaan, dan kekuatan di banyak aspek. Contohnya adalah penggunaan simbol harimau di Kodam Siliwangi dan klub sepak bola Persib Bandung.
Tokoh Pajajaran
SRI BADUGA MAHARAJA Sri Baduga ini lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Nama Siliwangi sudah tercatat dalam Kropak 630 sebagai lakon pantun. Sri Baduga sebelum menjadi Raja Pajajaran, menjadi Raja di Sindang Kasih (daerah Cirebon) dan Singapura (Meurtasinga di Cirebon) dahulu. Tahun 1482 Siliwangi menjadi Raja Galuh menggantikan Dewa Niskala dan Prabu Susuk Tunggal (mertua Prabu Siliwangi). Raja Sunda menyerahkan kerajaannya kepada Jaya Dewata. Penyebutan Jaya Dewata "Prabu Siliwangi" kurang lebih terjadi pada 1482M. Setelah menerima takhta dari Kerajaan Sunda, selanjutnya ia bergelar Sri Baduga Maharaja (menurut naskah Wangsakerta). Prabu Siliwangi menetapkan Pakuan Pajajaran menjadi Ibu Kota Pajajaran menjadi ibu kota kerajaan yang baru, dan Siliwangi sering disebut raja pertama Pajajaran. Sejak saat itu pusat pemerintahan/ibu kota Pajajaran tidak pernah berpindah-pindah sampai runtuhnya Pajajaran. Dengan sikap arif dan bijaksana dalam pemerintahannya, Prabu Siliwangi membuat Kerajaan Pajajaran berkembang pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Negara aman, tentram, subur, makmur, semakin pesat kemajuannya, dan semakin besar sampai ke Sunda Kelapa (Jakarta). Pelabuhannya sangat maju dan perdagangan mencapai negara-negara tetangga. |
|
DYAH PITALOKA Prabu Maharaja Linggabuana dari permaisurinya, Dewi Lara Linsing (putri Prabu Aya Kulon) memperoleh beberapa anak. Anak tertua yang lahir pada tahun 1339 Maseh. Oleh kakeknya diberi nama Citraresmi, oleh ayahnya diberi nama Dyah Pitaloka. Rasa sayang Prabu Linggabuana kepada anak tertuanya itu menjadikan Dyah Pitaloka disegani dikalangan istana. Keahliannya dalam bidang seni dan pengetahuannya yang luhur semakin menambah rasa sayang sang Raja kepada putrinya tersebut. IDyah Pitaloka kemudian tumbuh menjadi gadis cantik jelita dan memunyai keperibadian yang luhur serta welas asih. Parasnya yang cantik membuat beberapa petinggi kerajaan hingga Raja-raja di Nusantara ingin meminangnya untuk dijadikan permaisuri, namun Prabu Linggabuana lebih memilih Hayam Wuruk sebagai menantunya dengan niat mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dengan Sunda. Nama Dyah Pitaloka kemudian sering disangkutkan dengan Majapahit dalam catatan sejarah Indonesia, karena keterkaitannya dalam peristiwa Bubat. |
|
JAGA BAYA Jagabaya adalah seorang tumenggung yang juga menjadi perwira angkatan perang kerajaan Pajajaran. Peran Jagabaya terbilang cukup besar. Selama pengabdiannya Ki Jagabaya merupakan salah satu tokoh yang berhasil membuat Pajajaran menjadi sebuah kerajaan besar dan disegani, perannya semakin terlihat ketika Jagabaya ditugaskan oleh Sri Baduga Maharaja dalam sebuah pertempuran untuk menghalau kerusuhan di daerah Cirebon (Indraprahasta), Jagabaya berangkat beserta 60 anggota pasukan pilih tanding yang dikirimkan dari Pakuan ke Cirebon dengan misi mengamankan daerah ersebut. Jagabaya dalam pertempuran itu dikisahkan berhasil membunuh ratusan orang yang ternyata merupakan pasukan gabungan Cirebon-Demak yang jumlahnya sangat besar. Jagabaya dalam memperkuat angkatan perang menerapkan beberapa formasi tempur yang dapat diandalkan dalam berbagai peperangan baik darat maupun laut. Selain mahir dalam siasat berperang, Jagabaya merupakan manusia pilih tanding yang menjadi andalan Sri Baduga dalam menghalau musuh-musuh yang merongrong kekuasaan Pajajaran. |
|
LARA SARKATI Merupakan putri dari Resi Susuk Lampung dari Sumatera Selatan. Lara Sarkati diperistri oleh Prabu Niskala Wastu Kencana pada usia menginjak 19 tahun, dan Niskala Wastu Kencana sendiri pada masa itu baru usia 20 tahun. Setelah satu tahun berumah tangga, ia memperoleh putra Sang Haliwungan, yang lahir pada 1369 Masehi. |
|
MUNDINGLAYA DIKUSUMAH Tampan, bijaksana, dan baik hati. Tidak heran bila Sunten Jaya iri padanya. Walaupun Mundinglaya dijebak oleh saudara tirinya, ia tidak mendendam. Pada akhirnya ia menjadi pahlawan dengan mengambil pusaka Layang Salaka Domas untuk menjaga perdamaian di Pajajaran dan kemudian menjadi raja menggantikan sang ayah. |
|
KARANCANG Atau Raden Gagak Karancang merupakan anak dari Layung Batik atau Pangeran Surya Kencana dengan Bungsu Rarang. Karancang lahir ketika ibunya, Bungsu Rarang, sedang ditelan bulat-bulat oleh Jongrang Kalapitung (jelmaan ular Wulung). Pada saat melahirkan di dalam perut Jongrang Kalapitung, Bungsu Larang ditolong oleh kekuatan Nyi Pohaci sehingga dapat melahirkan dengan selamat. Karancang yang baru lahir ternyata mampu mengalahkan ular Wulung hingga mati. |
|
KENTRING MANIK Atau Mayang Sunda adalah anak dari Susuktunggal atau Sang Haliwungan, cucu dari Prabu Niskala Wastu Kencana dan cicit dari Prabu Linggabuana. Pernikahan antara Kentring Manik dengan Sri Baduga Maharaja melahirkan anak bernama Surawisesa, yang nantinya akan menjadi Raja Pajajaran penerus Sri Baduga Maharaja. |
|
GELAP NYAWANG Adalah pejabat kerajaan Pajajaran yang bertugas mengajarkan ilmu kesaktian mumpuni dalam ilmu kenegaraan dan ketataanegaraan. Gelap Nyawang merupakan salah satu pembesar yang cukup disegani, karena keilmuannya. |
|
SAKYAWIRYA Adalah seorang ksatria Palembang; putera seorang Menteri Urusan Laut Kerajaan Palembang yang terampil dalam ilmu ksatriaan dan gemar melakukan petualangan. Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya Sang Sakyawira sampai di daerah Tatar Sunda. |
|
PURAGABAYA Adalah para ksatria pilihan putra bangsawan Pajajaran yang disiapkan menjadi pengawal pribadi para pejabat kerajaan. Menjadi seorang Puragabaya merupakan sebuah kehormatan yang istimewa. Selain mempelajari ilmu kanuragan dan beladiri yang mumpuni, Puragabaya juga dibekali dengan ilmu-ilmu agama. Dengan begitu, seorang Puragabaya selain memiliki ilmu kanuragan yang sangat ampuh dan berbahaya, juga memiliki kefasihan yang tinggi dalam agama. Para Puragabaya dilukiskan sebagai lelaki sakti dalam hal ilmu silatnya, memunyai hati dan perilaku yang menyerupai pendeta. |
|
DAYANG RATU Adalah seorang perempuan yang bekerja sebagai pelayan ratu kerajaan. Mereka yang menjadi dayang mengabdikan seluruh hidupnya, sebuah penghormatan dan pengabdian untuk rajanya. |
|
PRAWIRA ATAU PRAJURIT Adalah golongan pangkat dalam sistem pertahanan atau keamanan. Prajurit Pajajaran tentunya memiliki kemampuan dalam kegesitan atau kecepatan dalam pertarungan. Melihat kondisi alam yang hutan dan pegunungan, kegesitan dan kecepatan merupakan harga mati yang harus dimiliki oleh prajurit-prajurit latih Kerajaan Pajajaran. |
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.sg/2017/11/5-hal-ini-dapat-memperkuat-kuku-setelah.html
BalasHapushttps://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.sg/2017/11/cara-gampang-bikin-kulit-kinclong-pakai.html
https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.sg/2017/11/studi-ingin-berumur-panjang-dan-awet.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At Dominovip.com ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
- Skype : Vip_Domino
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM
- No Hp : +855-8173-4523