Sejarah Kehidupan Imam Bukhari
Imam Bukhari
A. Masa Kecil
Nama
lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn
al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal
kemudian sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21
Juli 810 M), cucu seorang Persia bernama Bardizbah. Kakeknya,
Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya,
al-Mughirah, memeluk Islam di bawah bimbingan al- Yaman al Ja’fi,
gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Kerana
itulah ia dikatakan “al-Mughirah al-Jafi.” Mengenai kakeknya, Ibrahim,
tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang
ulama besar ahli hadith. Ia belajar hadith dari Hammad ibn Zayd dan
Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn Hibban dalam
kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya
dalam at- Tarikh al-Kabir. Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu,
ia juga sangat wara’ (menghindari yang subhat/meragukan dan haram) dan taqwa.
Diceritakan,
bahawa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: “Dalam harta yang
kumiliki tidak terdapat sedikitpun wang yang haram maupun yang subhat.”
Dengan demikian, jelaslah bahawa Bukhari hidup dan terlahir dalam
lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara’. Tidak hairan
jika ia lahir dan mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu. Ia
dilahirkan di Bukhara setelah salat Jum’at. Tak lama setelah bayi yang
baru lahr itu membuka matanya, iapun kehilangan penglihatannya. Ayahnya
sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo’a ke
hadapan Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam
tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata:
“Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah
dapat melihat kembali, semua itu berkat do’amu yang tiada
henti-hentinya.”
Ketika
ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di
waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia
hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan
dididik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian. Keunggulan dan
kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah
menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya
hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadith.
Ketika
berusia 10 tahun, ia sudah banyak menghafal hadith. Pada usia 16 tahun
ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi berbagai kota suci.
Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk
memperoleh dan belajar hadith, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan
mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan
Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra’yi (penganut faham
rasional), dasar-dasar dan mazhabnya. Rasyid ibn Ismail, abangnya yang
tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya
mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid
lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang
waktu dengan percuma kerana tidak mencatat. Bukhari diam tidak
menjawab.
Pada suatu hari, kerana merasa kesal terhadap celaan yang terus menerus
itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka.
Tercenganglah mereka semua kerana Bukhari ternyata hapal di luar kepala
15.000 haddits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat
mereka catat.
B. Pengembaraan
Tahun
210 H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji,
disertai ibu dan saudaranya, Ahmad. Saudaranya yang lebih tua ini
kemudian pulang kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah
sebagai tempat tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang
penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di kedua tanah suci
itulah ia menulis sebahagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar
kitab Al-Jami’as-Shahih dan pendahuluannya. Ia menulis Tarikh Kabir-nya
di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang
terang bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As- Sagir, Al-Awsat
dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi mengenai pengetahuan
terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia
pernah berkata bahawa sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam
tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya. Kemudian ia pun memulai studi
perjalanan dunia Islam selama 16 tahun.
Dalam
perjalanannya ke berbagai negeri, hampir semua negeri Islam telah ia
kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahawa ia pernah
berkata: “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing
dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah)
selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya
mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli
hadith.”Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan
gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu, ia sering menemui Imam Ahmad bin
Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut
dan mencelanya kerana menetap di negeri Khurasan.
Dalam
setiap perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa
menghimpun hadith-hadith dan ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus.
Di tengah malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu
dan menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu
di padamkan kembali. Perbutan ini ia lakukan hampir 20 kali setiap
malamnya. Ia merawi hadith dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya
yang memang super jenius, ia dapat menghapal hadith sebanyak itu lengkap
dengan sumbernya.
C. Kemasyhuran Imam Bukhari
Kemasyhuran
Imam Bukhari segera mencapai bahagian dunia Islam yang jauh, dan ke
mana pun ia pergi selalu di alu-alukan. Masyarakat hairan dan kagum akan
ingatannya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi
Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh
gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.
Imam Muslim bin al-Hajjaj, pengarang kitab as-Shahih Muslim menceritakan: “Ketika Muhammad
bin Ismail datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala
daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan seperti apa
yang mereka berikan kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari
luar kota sejauh dua atau tiga marhalah ( 100 km), sampai-sampai
Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: “Barang siapa hendak menyambut
kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri
akan ikut menyambutnya. Esok paginya Muhammad bin Yahya az-Zihli,
sebahagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam
Bukhari, ia pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah
perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri itu, ia
mengajarkan hadith secara tetap.
Sementara
itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan
mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: “Pergilah kalian
kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya.”
D. Imam Bukhari Difitnah
Tak
lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan
orangorang yang iri dengki. Mereka meniupkan tuduhannya kepada Imam
Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahawa “Al-Qur’an adalah
makhluk.” Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya,
az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: “Barang siapa berpendapat
lafaz-lafaz Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ahh. Ia
tidak boleh diajak bicara dan majlisnya tidak boleh di datangi. Dan
barang siapa masih mengunjungi majlisnya, curigailah dia.” Setelah
adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya. Pada
hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya
itu.
Diceritakan,
seorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: “Bagaimana
pendapat Anda tentang lafaz-lafaz Al-Qur’an, makhluk ataukah bukan?”
Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati
pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali. Tetapi orang tersebut terus
mendesaknya, maka ia menjawab: “Al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan
makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan
bid’ah.” Yang dimaksud dengan perbuatan manusia adalah bacaan dan
ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan
membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang
menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan ulama salaf. Tetapi dengki
dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa
Bukhari perbah berkata: “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa
bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan
makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling utama adalah Abu Bakar,
Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan
inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya
Allah.”
Demikian
juga ia pernah berkata: “Barang siapa menuduhku berpendapat bahawa
lafaz-lafaz Al-Qur’an adalah makhluk, ia adalah pendusta.”Az-Zahli
benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia berkata: “Lelaki itu
(Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri ini.” Oleh kerana Imam
Bukhari berpendapat bahawa keluar dari negeri itu lebih baik, demi
menjaga dirinya, dengan hrapan agar fitnah yang menimpanya itu dapat
mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari negeri tersebut.
Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya
disambut meriah oleh seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka
mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah sepanjang satu
farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan
dinar sebagai manifestasi kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun
menetap di negerinya
itu, ia mengadakan majlis pengajian dan pengajaran hadith.Tetapi
kemudian badai fitnah datang lagi. Kali ini badai itu datang dari
penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-Zihli, walaupun sebabnya
timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang
dimlikinya. Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam
Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah karangannya, al-Jami’
al-Shahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya berpesan kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahawa “Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke istana. Jika hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah larangan supaya aku tidak mengadakan majlis pengajian. Dengan begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahawa sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu.” Mendapat jawaban seperti itu, sang penguasa naik pitam, ia memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari.
Tak lama kemudian ImamBukhari pun diusir dari negerinya sendiri, Bukhara. Imam Bukhari, kemudian mendo’akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan menungang himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan dan dipenjara.
E. Kewafatan
Imam
Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya
yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang terpenting, Shahih Bukhari,
tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia
selalu mandi dan berdo’a sebelum menulis buku itu. Sebahagian buku tersebut ditulisnya di samping makam Nabi di Madinah. Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadith muridnya ini: “Di antara ciptaan Tuhan pada masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana.”Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya
meminta ia supaya menetap di negeri mereka. Maka kemudian ia pergi
untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di
Khartand, sebuah desa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat
beberapa familinya, ia pun singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui ajalnya.
Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahawa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban.
Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Jenazahnya
dikebumikan lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati
perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal yang mulia.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.
F. Guru-guru
Pengembaraannya ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru yang berbobot dan dapat dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak. Diceritakan bahawa dia menyatakan: “Aku menulis hadith yang diterima dari 1.080 orang guru, yang semuanya adalah ahli hadith dan berpendirian bahawa iman
adalah ucapan dan perbuatan.” Di antara guru-guru besar itu adalah Ali
ibn al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Muhammad ibn Yusuf
al-Faryabi, Maki ibn Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi
dan Ibn Rahawaih. Guruguru yang hadithnya diriwayatkan dalam kitab Shahih-nya sebanyak 289 orang guru.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar