Kisah Hanjuang di Kutamaya
Tempat Ditanamnya Pohon Hanjuang Oleh Eyang Jaya Perkosa di Kutamaya
Berkaitan dengan sejarah Sumedang, tentunya tidak bisa dilepaskan dari peristiwa ditanamnya pohon hanjuang di Kutamaya oleh Eyang/Embah Jaya Perkosa, nah maka dari itu pada kesempatan kali ini saya ingin sedikit menceritakan
kembali salah satu episode perjalanan sejarah Kabupaten Sumedang ini, tadinya sih
saya pribadi inginnya share dan bercerita perjalanan Sejarah Sumedang dari
awal, mulai dari masa Kerajaan Tembong Agung, Himbar Buana, sampai ke Sumedang
Larang menjadi Kabupaten Sumedang seperti sekarang ini...maksudnya agar
ceritanya runut, tapi susah juga ternyata mengumpulkan gambar-gambar yang cocok
untuk ilustrasi dan menjadi pendukung cerita
pada
setiap postingannya. Seperti
pada kesempatan kali ini Alhamdulillah saya mendapatkan beberapa foto
atau gambar yang bisa
sedikit bercerita tentang sejarah hanjuang di Kutamaya Sumedang,
walaupun tidak sempat masuk ke dalam dan mengambil gambar pohon
hanjuangnya dikarenakan langit sudah mulai menghitam ketika saya tiba di
tempat ini...sebelum lanjut membaca sebaiknya sediakan sedikit cemilan
dulu sob, karena ceritanya agak panjang
ni hehe..
Di
benteng dinding pada foto diatas tertulis "POHON HANJUANG BERSEJARAH,
DITANAM OLEH EMBAH JAYA PERKASA +- TH.1585" wah berarti usia pohon
hanjuang disini sudah tua sekali ya sob...sudah sekitar 428 tahunan,
pohon intinya sendiri kabarnya tumbang pada sekitar tahun 2000-an, tapi
anakannya masih terus tumbuh dengan subur sampai saat ini. Tokoh sentral
dalam cerita ini adalah Embah Jaya Perkasa, atau sering juga disebut
Eyang/Embah Jaya Perkosa.
Seperti yang pernah saya ceritaka dulu di postingan berjudul Mahkota Binokasih Sanghyang Pake, Mahkota tersebut dibawa oleh 4 orang Kandaga
Lante yang terdiri dari Eyang Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu), Embah Terong Peot, Embah Kondang
Hapa (Pancar Buana), dan Embah Nangganan. Eyang Jaya Perkosa adalah Senapati terakhir Kerajaan
Pakuan Padjadjaran sebelum akhirnya kerajaan tersebut runtuh dan mahkotanya
diwariskan kepada Sumedang Larang, maka sejak penyerahan mahkota tersebut
beliau pun menjadi Senapati Kerajaan Sumedang Larang, yang itu berarti pada
masa keemasannya Sumedang Larang tentu saja tidak bisa dilepaskan dari peran
beliau...Embah/Eyang Jaya Perkosa.
Pada suatu ketika, tepatnya pada tahun 1507 saka atau
sekitar tahun 1585 Masehi, pecahlah pertempuran antara Kerajaan Sumedang Larang
dengan Kesultanan Cirebon akibat peristiwa Harisbaya, padahal dua Kerajaan atau
Kesultanan ini merupakan dua negara yang sangat dekat kekeluargaannya dan
menjalin hubungan bilateral yang sangat baik.
Cerita ini bermula ketika raja Sumedang Larang saat itu,
Prabu Geusan Ulun pulang berguru dari Demak dan Pajang, dan ketika beliau
pulang dari tempat-tempat tersebut, beliau singgah di Cirebon yang berada
dibawah kekuasaan Panembahan Ratu. Sebagai seorang raja yang masih muda, Prabu Geusan Ulun
sangat giat belajar bahkan tak segan menuntut ilmu hingga ke daerah lain,
selain itu beliau juga dikenal sangat cerdas dan kabarnya mempunyai paras yang
sangat tampan. Prabu Geusan Ulun sendiri pergi belajar ke Demak untuk belajar
dan memperdalam ilmu-ilmu keagamaan, sedangkan di Pajang beliau berguru kepada
Hadiwijaya belajar ilmu kenegaraan dan ilmu perang. Ketika berada di Pajang, Prabu Geusan Ulun bertemu dengan
Harisbaya, perempuan cantik Puteri Pajang berdarah Madura ini rupanya berhasil
memikat hati Pangeran Geusan Ulun dan membuat beliau jatuh hati padanya, dan singkat
cerita pada akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih.
Di lain pihak, tak lama berselang dari itu kabarnya di Pajang sedang ada
perebutan kekuasaan setelah wafatnya raja Pajang, Hadiwijaya. Perebutan kekuasaan
ini terjadi antara keluarga Keraton Pajang yang didukung oleh Panembahan Ratu
(Cirebon) yang menghendaki agar yang menggantikan Hadiwijaya adalah putra
bungsunya sendiri, Pangeran Banowo. Tapi
pihak keluarga Trenggono di Demak menghendaki Arya Pangiri putra Sunan Prawoto
yang juga merupakan menantu Hadiwijaya-lah yang berhak menggantikan Hadiwijaya,
dan pada akhirnya dipilihlah Arya Pangiri sebagai penerus kekuasaan di Pajang.
Kembali
lagi ke Harisbaya, seperti yang telah disebutkan di
atas Harisbaya ini merupakan puteri Pajang berdarah Madura dan telah
menjalin kasih dengan Prabu Geusan Ulun ketika beliau bertamu ke Pajang,
tak
disangka oleh Prabu Geusan Ulun dan Harisbaya sebelumnya...ternyata
karena
kecantikannya Harisbaya di “berikan” oleh Arya Pangiri kepada Panembahan
Ratu
Cirebon, karena saat itu Arya Pangiri menjadi penguasa Pajang seperti
yang telah disebutkan di atas dan berkuasa untuk melakukan hal
tersebut. Pemberian Harisbaya ke Panembahan Ratu oleh Arya Pangiri ini
dimaksudkan agar Panembahan Ratu bersikap netral terhadap perselisihan yang
terjadi di Pajang, karena selama ini Panembahan Ratu lebih condong atau
mendukung kubu Pangeran Banowo agar meneruskan kekuasaan di Pajang.
Malang tak dapat ditolak, akhirnya hubungan kekasih antara
Prabu Geusan Ulun dan Puteri Harisbaya pun harus putus karena sang Putri
dipaksa menikah dengan Panembahan Ratu oleh Arya Pangiri...cinta yang sedang
menggebu-gebu pun kandas begitu saja. Melihat kejadian ini, ada kemungkinan
setelah pulang berguru dari Demak dan Pajang maksud Prabu Geusan Ulun singgah
di Cirebon adalah untuk memberikan ucapan selamat kepada Panembahan Ratu atas
pernikahannya dengan Harisbaya, dan sekalian juga melihat mantan kekasih untuk
yang terakhir kali.
Tapi ternyata kejadian selanjutnya sungguh sangat diluar dugaan, melihat mantan
kekasihnya datang...Harisbaya tampaknya tidak bisa menahan rasa rindu dan
cintanya kepada Prabu Geusan Ulun, seketika cintanya makin mengebu-gebu. Diceritakan
setelah Panembahan Ratu tertidur Harisbaya diam-diam mendatangi tempat dimana
Prabu Geusan Ulun beristirahat, ia
datang membujuk Prabu Geusan Ulun agar mau membawa dirinya pergi ke Sumedang.
Sontak saja hal tersebut membuat Prabu Geusan Ulun bingung,
karena walau bagaimanapun Harisbaya adalah istri pamanya sendiri, Penembahan
Ratu. Tetapi dilain pihak Harisbaya
mengancam akan bunuh diri apabila ia tidak membawanya pergi ke Sumedang. Di
tengah kebingungannya itu, Prabu Geusan Ulun meminta nasehat kepada empat
pengawalnya...dan setelah bermusyawarah diambilah keputusan untuk menuruti
keinginan Harisbaya, walaupun diakui hal itu pasti akan menimbulkan peperangan
dan pertumpahan darah. Hal ini mungkin berdasarkan perhitungan juga, toh jika
keinginan Harisbaya tidak dituruti dan ia bunuh diri, masalah dan salah paham tentunya akan semakin runyam,
rombongan Prabu Geusan Ulun bisa dikira sebagai pembunuhnya.
Akhirnya setelah melalui berbagai pertimbangan, malam itu
juga Harisbawa dibawa pergi ke Sumedang. Tentu saja hal tersebut membuat Keraton
Cirebon gempar di pagi harinya, karena permaisuri beserta tamu Panembahan Ratu
hilang begitu saja. Disinilah awal mula
pertempuran Sumedang dengan Cirebon, karena melihat istrinya hilang bersama
tamunya Prabu Geusan Ulun, Panembahan Ratu memerintahkan prajuritnya untuk
mengejar rombongan Prabu Geusan Ulun, tetapi prajurit Cirebon yang menyusul Prabu
Geusan Ulun dapat dipukul mundur dan dipatahkan dengan mudah oleh empat
pengiring Prabu Geusan Ulun yang terkenal sangat sakti.
|
Tidak ada komentar :
Posting Komentar